vidio pendek profil pramuka MA Takhassus Al-Qur'an Wonsobo








Profil singkat MA Takhassus Al-Qur'an

PROFIL PENGASUH

1. Periode Pertama, K. Muntaha (1832 – 1859)

Pada tahun 1839 P. Diponegoro ditangkap atas tipu daya Belanda di Magelang dan melucuti para pengawalnya. Di antara prajurit pengawalnya yang sempat meloloskan diri dari kejaran Belanda adalah R. Hadiwiyaja dengan nama samaran KH. Muntaha bin Nida Muhammad.  Pada tahun 1832 Kyai Muntaha I tiba di desa Kalibeber yang waktu itu sebagai ibu kota Kawedanan garung. Beliau diterima oleh Mbah Glondong Jogomenggolo. Atas petunjuk Mbah Glondong Jogomenggolo, beliau mendirikan masjid dan padepokan santri di dusun Karangsari Ngebrak Kalibeber, di pinggir Sungai Prupuk yang sekarang dijadikan makam keluarga Kyai.

Di tempat ini beliau mengajarkan agama Islam kepada anak-anak dan masyarakat sekitar. Ilmu pokok yang diajarkan adalah baca tulis Al-Qur'an, tauhid dan Fiqih. Dengan penuh ketekunan, keuletan dan kesabaran, secara berangsur-angsur masyarakat Kalibeber dan sekitarnya memeluk agama Islam atas kesadaran mereka sendiri. Mereka meninggalkan adat istiadat buruknya seperti berjudi, menyabung ayam, minum khamer dan lain-lain. Karena padepokan santri lama kelamaan tidak mampu menampung arus santri dan terkena banjir Sungai Prupuk, maka kegiatan pesantren dipindahkan ke tempat yang sekarang dinamai Kauman Kalibeber.

Masyarakat yang tinggal di sekitar padepokan baru yang tidak mau secara sukarela memeluk Islam, atas kemauan mereka sendiri banyak yang meninggalkan kampung itu. Daerah selatan pesantren yang semula dihuni oleh Cina akhirnya ditinggalkan penghuninya, dan nama Gang Pecinan sampai sekarang masih dilestarikan. Kyai Muntaha bin Nida Muhammad wafat pada tahun 1860, setelah 28 tahun memimpin pesantren. Beliau digantikan oleh putranya, KH. Abdurrahim bin K. Muntaha.


2. Periode Kedua, KH. Abdurrahim (1860 – 1916)

Mulai tahun 1860, KH. Abdurrahim bin K. Muntaha menerima estafet tugas mulia memimpin pesantren dari ayahandanya. Sejak mudanya beliau telah dipersiapkan untuk meneruskan perjuanan menyiarkan Islam dan memimpin pesantren. Beliau pernah nyantri di Pondok Pesantren K. Abdullah Jetis Parakan Kabupaten Temanggung, bahkan beliau dijadikan menantunya. Di bawah asuhan KH. Abdurrahim pesantren semakin maju. Beliau masih melestarikan sistem dan materi pendidikan peninggalan ayahandanya. Bertepatan dengan tanggal 3 Syawal 1337 Hijriyah atau 1916 Masehi, KH. Abdurrahim dipanggil Yang Maha Kuasa dan dimakamkan di bekas komplek Pondok Karangsari Ngebrak. Sepeninggal beliau, kepemimpinan pesantren diteruskan oleh putranya, KH. Asy’ari bin KH. Abdurrahim.


3. Periode Ketiga, KH. Asy’ari (1917 – 1949)

KH. Asy’ari yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Somalangu Kebumen dan Tremas Pacitan, meneruskan kepemimpinan ayahandanya. Pada masa itu Indonesia tengah melahirkan gerakan-gerakan nasional baik yang berdasar agama maapun kebangsaan. Pada tahun-tahun terakhir hidup beliau, Indonesia sedang gigih-gigihnya menentang kedatangan kembali penjajah Belanda, oleh karena itu pesantren mengalami masa surut. Sebagian santrinya ikut dalam gerilya melawan penjajah. Pada aksi polisionil ke II itu, Belanda menyerang wilayah Wonosobo, bahkan samapi desa Dero Ngisor, + 5 km dari desa Kalibeber ke sebelah barat. Sementara itu KH. Asy’ari dalam usia setua itu terpaksa mengungsi ke desa Dero Nduwur + 8 km dari desa Kalibeber. Ternyata Belanda tidak berani meneruskan pengejaran ulama ini sampai ke tempat pengungsian. Dalam pada itu beliau sedang sakit keras yang kemudian wafat dalam pengungsian, dan dimakamkan di sana 13 Zulhijjah 1371 / 1949 M.

Satu hal yang perlu dicatat, bahwa wafatnya KH. Asy’ari telah menyiapkan putra-putranya untuk kaderisasi kepemimpinannya. Seluruh putranya dikirim ke berbagai pondok pesantren. Satu diantara putranya adalah KH. Muntaha bin KH. Asy’ari.

4. Periode Keempat, KH. Muntaha (1949 – 2004)

#Riwayat Pendidikan
Beliau dikirim untuk belajar di Madrasah Darul Ma’arif Banjarnegara di bawah asuhan Kyai Fadlullah dari Singapura. Kemudian beliau melanjutkan belajar Tahfidzul Qur’an sampai hafal di Kaliwungu Kendal, di bawah asuhan KH. Utsman. Setelah hafal Al-Qur'an, beliau memperdalam ilmu-ilmu Al-Qur'an di hadapan Mbah KH. Munawir Krapyak Yogyakarta, dan terakhir di hadapan KH. Dimyati Tremas Jawa Timur.

#Perjuangan Fisik
Pada waktu Indonesia memerlukan putra-putranya terjun ke dalam perjuangan fisik melawan penjajah, KH. Muntaha tidak ketinggalan. Sebelum terbentuknya pasukan Hisbullah, Sabilillah Mujahidin dan lain-lain, beliau telah membentuk dan menjadi Komandan BMT (Barisan Muslim Temanggung), karena saat itu beliau ada di Temanggung. Di sinilah beliau bertemu dengan H. Munawwir Syadzali, MA yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia.

#Perjuangan Politik
            Tahun 1959, di samping sebagai pejabat pada kantor Departemen Agama Kabupaten Wonosobo, KH. Muntaha diangkat sebagai anggota Konstituante Republik Indonesia di Bandung, mewakili NU Jawa Tengah. Beliau aktif sampai akhirnya majlis dibubarkan 5 Juli 1959. selanjutnya hampir setiap periode kepengurusan NU Cabang Wonosobo beliau menduduki Syuriyyah dan kemudian Mustasyar.

Setelah NU menyatakan kembali ke Khittah 1926 pada Mu’tamar yang ke-27 di Situbondo Jawa Timur 1984, orientasi politik beliau sengaja direvisi. Dari berbagai pengalaman perjuangan fisik dan politik, akhirnya beliau simpulkan bahwa perjuangan yang relevan dengan tujuan strategis global untuk memajukan ummat Islam dan Li i’laa-i kalimatillah adalah lewat pendidikan dan mempererat kerjasama dengan pemerintah. Hal ini beliau buktikan dengan berbagai aktivitas dan pembangunan lembaga-lembaga pendidikan.

#Perjuangan dalam Pendidikan
Dalam mengelola pondok pesantren yang masih tetap mempertahankan sistem salafiyah, beliau menambah dan mendampingi dengan mendirikan sekolah-sekolah formal. Pada tahun 1960 beliau mendirikan TK / Raudlatul Athfal dan Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Kalibeber. Kemudian tahun 1962 didirikan pula Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Ma’arif yang menempati komplek pondok pesantren dan tahun 1967 lembaga pendidikan tersebut dinegerikan, sedang Aliyahnya tahun 1968. setelah 10 tahun menempati komplek pesantren kedua lembaga itu dipindahkan. MTs-nya dipindah ke dusun Ngebrak dan Aliyahnya ke desa Krasak. Selanjutnya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan di masyarakat, beliau mendirikan Yayasan. Di antara yayasan yang langsung khidmah ummah ialah Yayasan Aswaja Baiturrahim dengan Akte Notaris Nomor 27 tahun 1980, yang kemudian diubah menjadi Yayasan Al-Asy'ariyyah dengan Akte Notaris Nomor 78 tanggal 27 Februari 1989.


5. Periode ke-Lima (sekarang)  KH. ACHMAD FAQIH MUNTAHA


Beliau adalah putra sulung KH.Muntaha Alh dari istri yang bernama Nyai Hj Maiyan jariyah, lahir di Kalibeber pada tanggal 3 Maret 1955. beliau akarb dipanggil dengan Abah Faqih. Beliau mempunyai 5 putra dan 1 putri yaitu ;

1. H. Abdurrohman Al-Asy'ari, Alh, S.H.I
2. H. Khairullah Al-Mujtaba, Alh
3. Siti Marliyah
4. Nuruzzaman
5. Fadlurrohman Al-Faqih
6. Ahmad Isbat Caesar
   Putra-putri beliau sudah ada yang menyelesaikan pendidikan baik formal maupun non formal, baik S1 maupun tahfidzul Qur'an dan juga pondok pesantren. Bahkan putra beliau yang pertama dan kedua adalah alumnus Yaman "Ribat ta'lim Khadzral maut" dibawah asuhan Habib Salim As-Satiri

 #Riwayat Pendidikan

Beliau menjalani masa kanak-kanak dibawah asuhan langsung dari Almaghfurlah KH. Muntaha Alh. Selain itu beliau juga sekolah formal di SD Kalibeber, sedangkan SMP di Wonosobo yang kemudian melanjutkan di STM juga di wonosobo setelah selesai sekolah formal bilau dikirim untuk belajar di pesantren seperti kebayakan gus-gus yang lain. Pada tahun 1973 beliau nyantri di Pondok pesantren termas Pacitan dibawah asuhan KH. Chabib Dimyati, sampai tahun 1978. kemudian beliau pindah ke Krapyak yang pada waktu itu diasuh oleh beliau KH. Ali Maksum (juga termasuk salah satu teman seperjuangan Simbah Muntaha Alh) selama 1 tahun. Selanjutnya beliau nyantri lagi di Buaran Pekalongan kepada Al-Mukarrom KH. Syafi'I yang juga terkenal sebagai salah satu teman seperjuangan  Al-Maghfurllah Simbah KH. Muntaha Al-Hafidz. Setelah itu pada tahun 1980 beliau pulang keKalibeber yang dilanjutkan dengan nyantri di kaliwiro kepada seorang kiyai yang terkenal dengan panggilan Mbah Dimyati.


 Belum genap satu tahun beliau kemudian melaksanakan akad nikah dengan salah seorang  santri kalibeber yang bernama Shofiah binti KH Abdul Qodir Cilongok Banyumas, kendati beliau telah melangsungkan pernikahan, namun bukan berarti akhir dalam menuntut ilmu, karena beliau masih tetap nyantri dengan Mbah dimyati di Kaliwiro selama kurang lebih satu tahun. Ketika di kliwiro inilah beliau mendalami kitab-kitab yang besar antaralain : Shoheh Bukhori, Shoheh Muslim, Ihya' Ulummuddin, Tafsir Al-Munir, dan lain-lain. Kemudian beliau mukim membantu perjuangan Ayahanda beliau yaitu Simbah KH. Muntaha Al-Hafidz(Alm). Selama masa nyantri tersebut beliau mempunyai hobi yang sangat unik yang sama dengan hobinya Gus Dur yaitu Ziarah Qubur, beliau juga terkenal sebagai santri yang mempunyai dedikasi dan disiplin yang tinggi dan selalu mentaati peraturan (Qonun) pondok pesantren yang ada walaupun beliau adalah putra seorang Ulama besar yang kharismatik.

 #Perjuangan Pendidikan

 Setelah pulang dari pesantren (Mukim pada tahun 1980) beliau aktif membantu mengajar di Pondok pesantren milik Ayahandanya dan ikut perkecimpung dalam masyarakat. Waktu itu santri di kalibeber baru sekitar 50 orang putra dan putri dengan prioritas Tahfidzul Qur'an (menghafal A-Qur'an) dan menggunakan sistem salafy.  Pertama kali beliau mengajar pada santrinya yaitu kitab "Burdah" yang bertempat di masjid Baiturrochim. Selain mengajar pada santri beliau juga mengajar Diniyah ba'da dzuhur untuk orang kampung yang waktu itu bertempat di MI Ma'arif. Adapun kitab-kitab yang pernah beliau khatamkan antaralain adalah : Taqrib, Bidayatul Hidayah, Sulamuttaufik, Safinah, dll sedangkan untuk ilmu nahwu diampu oleh teman beliau yaitu Bp H. quraisyin.

 Disamping mengajar, beliau juga ikut aktif dalam mendirikan lembaga-lembaga formal antara lain : SMP, SMA, SMK Takhassus Al-Qur'an dan IIQ (Sekarang UNSIQ). Beliau juga meneruska cita-cita ayahanda beliau yang belum terrealisir diantaranya : SD Takhassus Al-Qur'an, Darul Aitam, Menara Masjid Baiturrochim, dan gedung baru Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah. Beliau juga mendirikan kelas jauh diantaranya adalah : SMA Takhassus  Al-Qur'an di Kepil, SMP + SMA Takhassus Al-Qur'an di Ndero duwur plus Pondok pesantren tanpa pemungutan biaya, Pondok Pesantren + SMA dan SMP Takhassus Al-Qur'an di Kalimantan barat, SMP TAQ Di Majalengka, di Tumiyang Purwokerto, di Buntu Banyumas, serta di Baran Gunung Ambarawa, dan masih banyak lagi. Satu cita-cita beliau yang belum terrealisasi adalah menjadikan Kalibeber sebagai "Semacam Vatikan" di Indonesia. Dimana nanti setiap fatwa dari kalibeber akan di patuhi oleh semua pemeluk islam diseantereo Nusantara.

 #Perjuangan Organisasi

 Dalam bidang organisasi beliau aktif di Mabarot. Dan selanjutnya aktif di Tanfidziyah Ranting kalibeber, sekretaris MWC Mojotengah. Tercatat mulai Tahun 1996 sampai sekarang beliau aktif sebagai Mustasyar NU cabang Wonosobo. Dulunya Beliau juga aktif dalam partai politik antara lain P3, Golkar dan PKB. Namun demi kemaslahatan umat mulai tahun 2004 hingga sekarang beliau netral. Selain itu beliau juga menjadi salah satu sesepuh di Kalibeber bahkan di Wonosobo beliau termasuk salah satu Kiyai yang paling disegani.

PROFIL PESANTREN
 PROFIL PONDOK PESANTREN AL-ASY`ARIYYAH

 I. PENDAHULUAN

Pondok Pesantren keberdiriannya dalam masyaraat Islam adalah sebagai benteng yang kokoh, karena di dalamnya muncul tokoh-tokoh Ulama' Kiyai, serta generasi penerus yang memperjuangkan Syariat agama islam yang benar-benar menguasai akan ajaran-ajaran keagamaan, baik secara kontekstual maupun tekstual.

Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Al-Asy'ariyyah dalam mendidik para santrinya, mengkolaborasikan antara sistem Kholafiyyah (Modern) serta system Salafiyyah (Tradisional) sehingga terjadilah keseimbangan menurut roda perputaran zaman. Sistem tersebut dikenal oleh banyak kalangan masyarakat sebagai sistem semi modrn. Pada sistem pembelajarannya PPTQ Al-Asy'ariyyah menitik beratkan pada tiga komponen sebagai ciri khasnya yaitu : Al-Qur'an Al-Karim (dengan Tahfidzul Qur'annya), kajian Kitab Kuning, serta penguasaan Bahasa Asing (Inggris dan Arab)

 II.VISI, MISI DAN TUJUAN PPTQ AL-ASY'ARIYYAH


A.    VISI
 "Berilmu Amaliyah, Beramal Ilmiyah, Berakhlakul Karimah, Berjiwa Quraniyah, dan Bermu'asyaroh Basyariah"

           B.     MISI
1.Menumbuh-kembangkan sikap akhlakul karimah pada santri yang sesuai denga syariat islam
    2. Melaksanakan bimbingan, pembelajaran, dan penghayatan nilai islam secara optimal

    3. menumbuhkan sikap kompentitif pada santri untuk meraih prestasi sepiritual

    4.Menerapkan menejemen partisipatoris dengan melibatkan semua komponen yang ada

 5.menumbuhkan semangat keterpaduan yang sinergis antara Emotional, Intelektual, dan sepiritual.



C.     TUJUAN

1.      Membentuk pribadi Muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, bertanggungjawab dalam menjalankan amanah, serta berjiwa Qur'ani dan mengamalkannya

2.      Mewujudkan wadah pengembangan idealisme ilmiah yang terjangkau oleh masyarakat



III.                   SEJARAH PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR'AN AL-ASY'ARIYYAH

A.    Periode Pertama K. Muntaha bin Nida' Muhammad (1832-1859)

Pada tahun 1830 Pangeran Diponegoro ditangkap atas tipu daya Belanda di Magelang termasuk para pengawalnya juga dilucuti. Diantara prajurit pengawalnya yang sempat meloloskan diri dari kejaran Belanda adalah Raden Hadiwijaya dengan nama samaran KH. Muntaha Bin Nida' Muhammad. Pada tahun 1832 KH. Muntaha tiba di Desa Kalibeber yang waktu itu sebagai ibu kota Kawedanan Garung. Beliau diterima oleh mbah Glondong Jogomenggolo, beliau mendirikan Masjid dan Padepokan Santri di Dusun Karangsari, Ngebrak, Kalibeber, dipinggir sungai Prupuk yang sekarang dijadikan makam keluarga Kyai.

Ditempat ini beliau mengajarkan agama islam kepada anak-anak dan masyarakat sekitar. Ilmu pokok yang diajarkan adalah baca tulis Al-Qur'an, Tauhid, dan Fiqih. Dengan penuh ketekunan, keuletan dan kesabaran, secara berangsur-angsur masyaraat Kalibeber dan sekitarnya memeluk agama Islam, atas kesadaran mereka sendiri. Mereka meninggalkan adat-istiadat buruknya seperti berjudi, manyabung ayam, minum khomr, dll. Karena Padepokan Santri lama kelamaan tidak mampu menampung arus santri dan terkena banjir sungai Prupuk maka kegiatan pesantren dipindahkan ketempat yang sekarang dinamai Kauman, Kalibeber. Sedangkan yang tinggal di Padepokan baru yang tidak mau secara sukarela memeluk Islam, atas kemauan sendiri banyak yang meninggalakan kampung itu. Daerah selatan pesantren yang semula dihuni oleh Etnis China akhirnya ditinggalkan penghuninya, dan nama Gang Pecinan sampai sekarang masih dilestarikan. K. Muntaha wafat pada tahun 1860, setelah 26 tahun memimpin pesantren. Beliau digantikan oleh putranya KH. Abdurrochim bin KH. Muntaha.



B.     Periode ke-Dua KH. Abdurrochim (1860-1916)

Mulai tahun 1860, KH. Abdurrochim bin KH. Mutaha menerima estafet tugas mulia memimpin pesantren dari ayahnya. Beliau adalah seorang Kiyai yang ahli dalam bidang pertanian dan tidak suka berpolitik praktis. Beliau juga ahli Tasawuf. Sejak mudanya beliau telah dipersiapkan untuk meneruskan perjuangan menyiarkan islam dan memimpin pesantren. Beliau pernah nyantri di Pondok Pesantren K. Abdullah bin KH. Mustahal Jetis, Parakan, Temanggung, bahkan beliau dijadikan menantunya. Dibawah asuhan KH. Abdurrochim pesantren semakin maju. Satu hal yang sangat menarik dari Al-Maghfurllah KH. Abdurrochim adalah keahliannya dalam menulis Al-Qur'an. Sehingga ketika beliau pergi berhaji selama dalam perjalanan beliau menulis Qur'an dengan tangan Beliau sendiri sampai ketika beliau tiba di Kampung halaman penulisan Al-Qur'an tersebut dapat selesai sempurna 30 juz. Peristiwa bersejarah inilah yang nantinya menjadi sumber inspirasi bagi cucu Beliau yaitu Al-Maghfurllah KH. Muntaha Alh untuk membuat Al-Qur'an raksasa, yang menjadi Al-Qur'an terbesar di dunia. Dalam memimpin pesantren Beliau masih melestarikan sistem dan materi pendidikan peninggalan Ayahandanya. Bertepatan pada tanggal 3 Syawal 1337 H atau 1916 Masehi, KH. Abdurrochim dipanggil yang Maha Kuasa dan dimakamkan dibekas komplek Pondok Karang Sari, Ngebrak. Sepeninggalan Beliau, kepemimpinan pesantren diteruskan oleh putranya KH. Asy'ari bin KH. Abdurrochim.



C.    Periode ke-Tiga KH. Asy'ari bin KH. Abdurrochim (1917-1949)

KH. Asy'ari mempunyai 2 saudara yaitu : KH. Marzuki dan Nyai Hj. Maemunnah (istri KH. Syuchaimi dari Malaysia).Beliau mempunyai wiridan rutin membaca Dalailul khoirot kemanapun beliau pergi selalu membawa kitab tersebut. Beliau mempunya dua istri yaitu Nyai Hj. Safinah (Ibu kandung Al-Maghfurllah KH.Muntaha) dan Nyai Hj. Supi'ah (Ibu kandung KH. Mustahal Asy'ari). KH. Asy'ari pernah nyantri di Krapyak Yogyakarta dan ketika itu Beliau diajak oleh KH. Munawwir untuk mengikuti (Ndere'ake) menuntut ilmu di Mekkah selama + 17 tahun. Pada saat nyantri di Mekkah inilah Beliau rutin membaca Al-Qur'an, bahkan setiap hari bisa Khatam. selain itu Beliau juga pernah nyantri di Sumolangu, Kebumen, dan Termas Pacitan. Beliau meneruskan kepemimpinan Ayahandanya. Pada masa itu Indonesia telah melahirkan gerakan-gerakan Nasional, baik yang berdasarkan agama maupun kebangsaan. Pada tahun-tahun terakhir kehidupan beliau, Indoneia sedang gigih-gigihnya menentang kembali penjajahan Belanda oleh karena itu pesantren mengalami masa surut sebagian santrinya ikut dalam geriliya melawan Penjajah. Pada aksi Polisionil kedua (Agresi Militer Belanda II) itu Belanda menyerang wilayah Wonosobo bahkan sampai ke Desa Dero Ngisor  +  5 Km dari Kalibeber kesebalah barat. Pondok Pesantren pun tak luput dari amukan Belanda bahkan Al-Qur'an tulisan tangan Al-Maghfurllah KH. Abdurrochim ikut dibakar. Sementara itu KH. Asy'ari yang sudah lanjut usia terpaksa mengungsi ke Dero Duwur + 8 Km dari Kalibeber.  Ternyata Belanda tidak berani meneruskan pengejaran Ulama' ini sampai ketempat pengungsian. Dalam pada itu Beliau sedang sakit keras dan kemudian wafat dalam pengungsian dan dimakamkan disana pada tanggal 13 Dzulhijah 1371 H/ 1949 M.

Menurut satu sumber yang dapat dipercaya (saksi sejarah yang masih hidup) termasuk dari satu keistimewaan Beliau adalah suatu ketika masjid dan pondok pesantren di Bom oleh Belanda namun berkat doa Beliau bom tersebut tidak meledak, malah berubah menjadi Singkong (Bodin- Bahasa Kalibeber red). Satu hal yang perlu dicatat bahwa wafatnya KH. Asy'ari teleh menyiapkan putra-putranya untuk kaderisasi kepemimpinan. Seluruh putranya dikirim ke berbagai Pondok Pesantren satu diantara putranya ialah KH. Muntaha Alh bin KH. Asy'ari



D.    Periode ke-empat

KH. Muntaha Al-Hafidz bin KH. Asy'ari
KH. Muntaha Alh atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Mbah Munt adalah seorang Ulama' legendaries, dan Kharismatik. Beliau dijuluki sang Maestro Al-Qur'an. Dibawah kepemimpinan Beliau inilah Al-Asy'ariyyah menumui kemajuan yang sangat pesat, dengan pertambahan santri yang menjadi ribuan dan juga pertambahan lembaga-lembaga pendidikan dibawah naungan Yayasan Al-Asy'ariyyah. Dan dengan satu karya yang sangat fenomenal yaitu : Al-Qur'an Akbar (Al-Qur'an terbesar di Dunia) yang kini disimpan di bait Al-Qur'an Taman Mini Indonesia indah (TMII).

Beliau adalah sosok ulama' yang juga pandai berpolitik, semasa masih muda beliau pernah menjadi anggota konstituante dari fraksi NU, tetapi beliau bukanlah politisi. Garis Politik beliau adalah mengutamakan kemaslahatan umat dari pada sekedar kepentingan/ambizi pribadi. Beliau juga seorang pejuang kemerdekaan, Beliau pernah ikut pertempuran di Palagan Ambarawa sebagai Komandan BMT (Barisan Muslim Temanggung). Mbah Munt adalah seorang Ulama' yang serius dan kreatif, sederhana, pemurah, dan seorang pribadi yang berakhlakul karimah. Orang-orang menyebutnya berhati Segara (laut), hatinya bagai samudera luas dan seperti air, setinggi apapun tempatnya air mengalir kearah dan tempat yang lebih rendah.

Dalam perjuangan memasyarakatkan Al-Qur'an, beliau mendirikan Yayasan Himpunan Penghafal Al-Qur'an dan dan pengajian Al-Qur'an. (Jama'atul Qur'an wa Diraasat Al-Qur'an atau YJHQ) yang menghimpun para Hafidz-Hafidzah se-Kabupaten Wonosobo. Beliau sering menasihati murid-muridnya untuk menghataman Al-Qur'an minimal seminggu sekali. Beliau juga penyusun Tafsir Maudlu'I yang  kini berjudul Tafsir Al-Muntaha.

Beliau adalah hamba Allah dalam arti yang sebenarnya. Dalam zuhud dan taqwa beliau telah sampai pada maqam ma'rifat, keyakinan hatinya begitu tinggi sehingga seluruh hidupnya penuh dengan ketaatan kepada Allah SWT. Jiwa dan makna ma'rifat beliau berbeda sekali dari sikap hidup para zahid yang menjauhi dunia. Sebaliknya Irfan atau daya ma'rifat Mbah Muntaha adalah irfan yang positif dan dinamis, yakni penuh perhatian dan pemahaman terhadap masalah-masalah di sekitarnya. Banyak wali yang hidup zuhud dan menjauhi dunia. Tetapi Beliau adalah wali yang Zahid dan membangun dunia.

Sejak pondok pesantren dipimpin oleh Al-Maghfurllah KH. Muntaha Alh, maka berbagai langkah inovativ dan pengembangan mulai dilakukan diberbagai aspek. Sehingga jika sekarang kita melihat perkembangan pesantren ini tida lain adalah karena jasa dan perjuangan beliau. Langkah pengembangan tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Pengembangan itu antara lain dalam masa-masa awalnya, pesantren pesantren yang lebih mnegkhususkan pada pengkajian dan hafalan Al-Qur'an masih tetap dipertahankan bahkan lebih dikembangkan lagi. Sehingga dalam waktu tidak lama jumlah santripun bertambah banyak.



KH. Mustahal Asy'ari bin KH. Asy'ari
Apabila kita membicarakan KH. Muntaha, Alh maka tidak akan berpisah dari tokoh pendampingnya yaitu KH. Mustahal Asy'ari (Adik Beliau). Beliau dilahirkan pada tahun 1926 + 14  tahun lebih muda dari KH. Muntaha. Beliau mengawali menuntut ilmu dibawah bimbingan langsung dari ke-dua orang tuanya sendiri. Kemudian beliau mesantren pertama kali kepada Syech KH. Muntaha Parakan Temanggung pada tahun 1946 selama 1 tahun. Kemudian beliau meneruskan nyantri di Lasem dibawah asuhan KH. ……dari tahun 1947 sampai dengan 1951. setelah itu beliau memperdalam ilmu di Pondok Pesantren Al- Munawwir Krapyak Yogyakarta di bawah bimbingan langsung KH. Munawwir, Alh selama 3 tahun. Selama mesantren beliau "Tirakat" dengan tidak pernah makan nasi selama 13 tahun. Setelah dirasa cukup beliau pulang kerumah untuk membantu dakwah memperjuangkan syari'at islam di Kampung halamannya, Dengan mengawali mendirikan TK dan MI Ma'arif. Pada tahun 1958 beliau melaksanakan sunah Nabi SAW yaitu melangsungkan pernikhan dengan Nyai. Tisfiyyah dari Kertijayan, Buaran, Pekalongan. Dari pernikahan ini dikaruniai 6 Orang putra yaitu : Mustaqimah, Masudan Asy'ari, Atho'illah Asy'ari, Mukarromah, Muhammad Muhlis dan Affan Mastur. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua NU, Ketua Fatayat, Ketua Muslimat, Dan Ketua GP Anshor Cabang Wonosobo. Disamping itu beliau adalah sebagai pegawai KUA. Beliau juga menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Wonosobo pada tahun 1961-1966. hal yang sangat patut di teladani oleh para santri adalah ke-istiqomahan beliau, salah satunya ialah dalam hal sholat 5 waktu. Sampai sekrang beliau masih aktif menjadi imam harian di Masjid Baiturrochim.



E.     Periode ke-Lima (sekarang)  KH. ACHMAD FAQIH MUNTAHA

Beliau adalah putra sulung KH.Muntaha Alh dari istri yang bernama Nyai Hj Maiyan jariyah, lahir di Kalibeber pada tanggal 3 Maret 1955. beliau akarb dipanggil dengan Abah Faqih. Beliau mempunyai 5 putra dan 1 putri yaitu ;

1.      H. Abdurrohman Al-Asy'ari, Alh, S.H.I

2.      H. Khairullah Al-Mujtaba, Alh

3.      Siti Marliyah

4.      Nuruzzaman

5.      Fadlurrohman Al-Faqih

6.      Ahmad Isbat Caesar

Putra-putri beliau sudah ada yang menyelesaikan pendidikan baik formal maupun non formal, baik S1 maupun tahfidzul Qur'an dan juga pondok pesantren. Bahkan putra beliau yang pertama dan kedua adalah alumnus Yaman "Ribat ta'lim Khadzral maut" dibawah asuhan Habib Salim As-Satiri





1.      Riwayat Pendidikan

Beliau menjalani masa kanak-kanak dibawah asuhan langsung dari Almaghfurlah KH. Muntaha Alh. Selain itu beliau juga sekolah formal di SD Kalibeber, sedangkan SMP di Wonosobo yang kemudian melanjutkan di STM juga di wonosobo setelah selesai sekolah formal bilau dikirim untuk belajar di pesantren seperti kebayakan gus-gus yang lain. Pada tahun 1973 beliau nyantri di Pondok pesantren termas Pacitan dibawah asuhan KH. Chabib Dimyati, sampai tahun 1978. kemudian beliau pindah ke Krapyak yang pada waktu itu diasuh oleh beliau KH. Ali Maksum (juga termasuk salah satu teman seperjuangan Simbah Muntaha Alh) selama 1 tahun. Selanjutnya beliau nyantri lagi di Buaran Pekalongan kepada Al-Mukarrom KH. Syafi'I yang juga terkenal sebagai salah satu teman seperjuangan  Al-Maghfurllah Simbah KH. Muntaha Al-Hafidz. Setelah itu pada tahun 1980 beliau pulang keKalibeber yang dilanjutkan dengan nyantri di kaliwiro kepada seorang kiyai yang terkenal dengan panggilan Mbah Dimyati. Belum genap satu tahun beliau kemudian melaksanakan akad nikah dengan salah seorang  santri kalibeber yang bernama Shofiah binti KH Abdul Qodir Cilongok Banyumas, kendati beliau telah melangsungkan pernikahan, namun bukan berarti akhir dalam menuntut ilmu, karena beliau masih tetap nyantri dengan Mbah dimyati di Kaliwiro selama kurang lebih satu tahun. Ketika di kliwiro inilah beliau mendalami kitab-kitab yang besar antaralain : Shoheh Bukhori, Shoheh Muslim, Ihya' Ulummuddin, Tafsir Al-Munir, dan lain-lain. Kemudian beliau mukim membantu perjuangan Ayahanda beliau yaitu Simbah KH. Muntaha Al-Hafidz(Alm). Selama masa nyantri tersebut beliau mempunyai hobi yang sangat unik yang sama dengan hobinya Gus Dur yaitu Ziarah Qubur, beliau juga terkenal sebagai santri yang mempunyai dedikasi dan disiplin yang tinggi dan selalu mentaati peraturan (Qonun) pondok pesantren yang ada walaupun beliau adalah putra seorang Ulama besar yang kharismatik.



2.      Perjuangan Pendidikan

Setelah pulang dari pesantren (Mukim pada tahun 1980) beliau aktif membantu mengajar di Pondok pesantren milik Ayahandanya dan ikut perkecimpung dalam masyarakat. Waktu itu santri di kalibeber baru sekitar 50 orang putra dan putri dengan prioritas Tahfidzul Qur'an (menghafal A-Qur'an) dan menggunakan sistem salafy.  Pertama kali beliau mengajar pada santrinya yaitu kitab "Burdah" yang bertempat di masjid Baiturrochim. Selain mengajar pada santri beliau juga mengajar Diniyah ba'da dzuhur untuk orang kampung yang waktu itu bertempat di MI Ma'arif. Adapun kitab-kitab yang pernah beliau khatamkan antaralain adalah : Taqrib, Bidayatul Hidayah, Sulamuttaufik, Safinah, dll sedangkan untuk ilmu nahwu diampu oleh teman beliau yaitu Bp H. quraisyin. Disamping mengajar, beliau juga ikut aktif dalam mendirikan lembaga-lembaga formal antara lain : SMP, SMA, SMK Takhassus Al-Qur'an dan IIQ (Sekarang UNSIQ). Beliau juga meneruska cita-cita ayahanda beliau yang belum terrealisir diantaranya : SD Takhassus Al-Qur'an, Darul Aitam, Menara Masjid Baiturrochim, dan gedung baru Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah. Beliau juga mendirikan kelas jauh diantaranya adalah : SMA Takhassus  Al-Qur'an di Kepil, SMP + SMA Takhassus Al-Qur'an di Ndero duwur plus Pondok pesantren tanpa pemungutan biaya, Pondok Pesantren + SMA dan SMP Takhassus Al-Qur'an di Kalimantan barat, SMP TAQ Di Majalengka, di Tumiyang Purwokerto, di Buntu Banyumas, serta di Baran Gunung Ambarawa, dan masih banyak lagi. Satu cita-cita beliau yang belum terrealisasi adalah menjadikan Kalibeber sebagai "Semacam Vatikan" di Indonesia. Dimana nanti setiap fatwa dari kalibeber akan di patuhi oleh semua pemeluk islam diseantereo Nusantara.



3.      Perjuangan Organisasi

Dalam bidang organisasi beliau aktif di Mabarot. Dan selanjutnya aktif di Tanfidziyah Ranting kalibeber, sekretaris MWC Mojotengah. Tercatat mulai Tahun 1996 sampai sekarang beliau aktif sebagai Mustasyar NU cabang Wonosobo. Dulunya Beliau juga aktif dalam partai politik antara lain P3, Golkar dan PKB. Namun demi kemaslahatan umat mulai tahun 2004 hingga sekarang beliau netral. Selain itu beliau juga menjadi salah satu sesepuh di Kalibeber bahkan di Wonosobo beliau termasuk salah satu Kiyai yang paling disegani.



IV.                   KLASIFIKASI ASRAMA

Disadari ataupun tidak pengaruh lingkunga dalam pembentukan karakter seseorang amatlah sangat dominan. Banyak study kasus mengatakan seseorang yang awalnya punya karakter yng baik setelah hidu dalm lingkungan yang rusak lambat-laun dia terkontaminasi dan pada akhirnya mengikuti arus yang ada. Dengan alasan inilah PPTQ Al-Asy'ariyyah menerapkan pola pemisahan asrama yang disesuaikan dengan jenjang kelas dalam pendidikannya.

Adapun rinciannya adalah :

1. Blok Tahfidz (Khusus santri penghafal Al-Qur'an) Putra dan Putri masing-masing satu asrama

2. Blok Mahasiswa (Khusus bagi santri yang kuliah) Putra dan Putri masing-masing satu asrama

3.Blok Salafy (khusus bagi santri yang mendalami kitab kuning) Putra dan Putri masing-masing satu asrama

4.Blok SMA kelas 1 (khusus bagi anak SMA kelas I) Putra dan putri masing-masing 2 Asrama

5.Blok SMA kelas 2 (khusus bagi anak SMA kelas II) Putra dan putri masing-masing 3 Asrama

6.Blok SMA kelas 3 (khusus bagi anak SMA kelas III) Putra dan putri masing-masing 3 Asrama

7.Blok SMP kelas 1 (khusus bagi anak SMP kelas I) Putra dan putri masing-masing 2 Asrama

8.Blok SMP kelas 2 (khusus bagi anak SMP kelas II) Putra dan putrid masing-masing 2 Asrama

9.Blok SMP kelas 3 (khusus bagi anak SMP kelas IIII) Putra dan putri masing-masing 2 Asrama

10.Blok pekerja terdiri dari 1 Blok Putra



V. PROGRAM PENDIDIKAN PESANTREN

A.    MADRASAH DINIYAH SALAFIYAH

Dewasa ini disadari atau tidak talah terjadi pergeseran moral yang sagat jauh dari apa yang disyariatkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dalam pola perilaku kehidupan masyarkat, khususnya generasi mudanya. Itu semua terjadi dikarenakan pengausaan nilai-nilai agama yang sangat minim berikut pengamalannya. Untuk menjawab rasa kekhawatiran melihat kondisi masyarakat tersebut, Diniyah Salafiyah Al-Asy'ariyyah berusaha untuk menyelesaikannya dengan mengembalikan persoalan itu pada kontek yang asli melaluii kajian kitab-kitab Salafy (Kitab Kuning) yang muatan islamnya sangat dalam sehingga out put yang dihasilkan benar-benar menguasai masalah-masalah keagamaan



B.     MADRASAH DINIYAH MAHASISWA (MADINMA)

Madrasah Diniyah Mahasiswa (MADINMA) PPTQ Al-Asy'ariyya adalah suatu lembaga pendidikan keagamaan formal yang merupakan integral pesantren yang merupakan wadah mahasiswa dalam mendalami ilmu agama disamping mengasah daya intelektual santri yang mengacu pada intelektualitas sehingga diharapkan out put dari MADINMA itu sendiri mampu menjawab tuntutan masyarakat dalam mendampingi dan membimbing masyarakat menuju masyarakat madani yang sesuai denga cita-cita bagsa. Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur.

Adapun jenjang pendidikan MADINMA adalah 3 tahun dengan 1 tahun kelas persiapan (Pra) I'dadiyyah.

Dalam aktifitasnya MADINMA ditangani oleh tenaga pendidik akademisi dari berbagai alumnus pesantren yang ternama baik dari daerah Jawa Tengah, Jawa Timur maupun Jawa Barat. . Disamping itu, tim pengajar adalah mayoritas berasal dari para dosen UNSIQ yang mengamp sesuai dengan bidang keilmuannya serta pendidik dari elemen pesantren Al-Asy'ariyyah



C.    MADRASAH DINIYAH WUSTHO-ULYA (UNTUK TINGKAT SMP DAN SMA)


Berawal dari rasa kekhawatiran melihat kondisi masyarkat Islam pada umumnya, generasi muda yang notabennya adalah tulang punggung Negara secara khususnya semakin menjauh dari nilai-nilai agama yang telah disyariatkan oleh Robbul 'Izzati. Manusia diciptakan oleh Allah SWT, sebagai kholifah dimuka bumi ini, yang diberi kemampuan akal yang lebih dibanding mahluk yang lain, serta mempunyai pemahaman tentang agama secara menyeluruh (kaffah). Pada sisi yang lain keadaan generasi muda yang ada sekarang ini, adalah seperti gambaran diatas. Berawal dari pemikiran tersebut seorang figur masyarakat yang bernama KH. Muntaha Alh menggagas suatu diniyah yang sejajar dengan SMP dan SMA. Harapan dari Beliau dengan diadakannya diniyah tersebut pola dan tata-cara (muammalah) para peserta didik yang ada di dalamnya dapat menjadi Insanul kamil yaitu; manusia yang senantiasa memijakkan hal kehidupannya dengan sendi-sendi agama.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekema konverter Ac to Dc

AVR SMART TESTER ARDUINO

MEMBUAT VOLT AMPERE METER ARDUINO